Kamis, 09 Juni 2016
TUGAS TEKOM : ARTIKEL
DEGRADASI
MORAL DAN ETIKA GENERASI MUDA
Nilai dan etika adalah dua istilah yang tidak
dapat dipisahkan serta sering digunakan dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Nilai itu sendiri dapat diartikan sebagai sesuatu yang dianggap
benar, memiliki sifat yang abstrak, bukan konkret dan hanya bisa dipikirkan, dipahami, dan
dihayati sehingga bukanlah suatu hal yang bisa dipelajari dan terdapat teorinya
secara jelas. Lalu, sistem nilai dapat diartikan sebagai seperangkat hal yang
saling bergantung, saling disesuaikan, dan konsisten terhadap suatu aturan.
Etika, sebagaimana metode filsafat, mengandung permusyawaratan dan argumen
untuk membenarkan tindakan tertentu juga membahas asas-asas yang mengatur
karakter manusia ideal atau kode etik profesi tertentu. (Robert C. Solomon, 1984).
Di zaman modern seperti sekarang
ini, tentu sudah banyak permasalahan terkait etika serta moral yang kita lihat
terjadi di masyarakat khususnya degradasi moral di kalangan remaja.
Dapat kita
lihat dalam pemberitaan sehari – hari, pembawa berita tidak pernah absen dalam
mengabarkan kasus seperti pencurian, penyalahgunaan narkoba, pemerkosaan,
bahkan pembunuhan dan tragisnya kasus – kasus diatas dilakukan oleh sekelompok
remaja, golongan umur yang sedang gencar – gencarnya mencari jati diri. Miris
memang, namun dibalik itu semua kita juga dapat menduga – duga adanya suatu
kesalahan sistem dalam masyarakat maupun negara sehingga kontrol pada remaja
berkurang dan menimbulkan efek yang luar biasa yaitu degradasi moral pada remaja
seperti saat sekarang.
Tidak ada asap jika tidak ada
api, peribahasa itu meyiratkan bahwa sesuatu peristiwa pasti mempunyai latar
belakang serta penyebabnya. Bagi permasalahan degradasi moral pada remaja pun
tak lepas untuk dijadikan bahan – bahan debat dalam acara televisi maupun media
elektronik lainnya. Jika kita ikuti perkembangan kasus – kasus seperti
penyalahgunaan narkoba, pemerkosaan, pembunuhan oleh remaja yang hampir booming tiap tahunnya maka alasan yang
paling umum digunakan oleh psikolog atau pakar kriminal adalah adalah masa
remaja merupakan saat dimana rasa ingin tahu yang cukup tinggi terhadap
berbagai hal yang menurutnya baru serta menantang, rentang dipengaruhi, dan mudah
untuk diprovokasi. Selain itu juga, remaja sangat mudah mengikuti arus
pergaulan yang sebenarnya dia sendiri belum mengetahui betul hal tersebut
sesuai dengan norma dan etika yang berlaku di masyarakat atau tidak.
Di balik itu semua, tentu kita
harus memperhatikan adanya faktor modernisasi dan globalisasi yang dapat masuk
ke kehidupan masyarakat terutama kalangan remaja dengan mudah melalui berbagai
media, terutama media elektronik yang terkenal akan kemudahan aksesnya. Modernisasi
serta globalisasi inilah yang membuat penyebab degradasi moral di kalangan
remaja menjadi multifaktoral dan tidak hanya disebabkan oleh rasa keingintahuan
serta tertantang. Dengan terbukanya informasi dari berbagai belahan dunia serta
kurangnya filter tentu akan mempengaruhi pola pikir serta perilaku yang
seharusnya belum saatnya untuk dilakukan serta dipikirkan oleh para remaja.
Lempar
tanggung jawab antar pihak yang saat ini terjadi hanya membuat masa depan
remaja semakin tak menentu dalam bayang – bayang moral yang semakin turun. Hal seperti ini tentu tidak dapat kita
abaikan dan perlu mendapat perhatian serius mengingat di dalam remaja sendiri
terdiri dari anak usia sekolah dan usia kerja, mereka akan memasuki dunia kerja
dan memasuki umur reproduksi. Apabila tidak diidentifikasi letak penyebab utama
degradasi moral serta penanggulangannya dengan baik maka remaja sangat berisiko
terhadap masalah-masalah kesehatan reproduksi, seperti perilaku seksual
pranikah, NAPZA dan HIV/AIDS, dan juga degredasi moral serta etika seperti
pencurian, pemerkosaan. Dampak yang dapat ditimbulkan dari
permasalah-permasalahan remaja seperti yang terjadi seperti sekarang ini bukan
hanya mempengaruhi kehidupan remaja terkait namun juga masa depan negara yang
jadi taruhannya.
Dalang dari Semua Permasalahan Degradasi
Moral
Secara garis besar dapat kita
pahami bahwa moralitas adalah pandangan tentang kebaikan/kebenaran dalam
masyarakat sedangkan etika merupakan pemikiran atau refleksi atas moralitas.
Hubungan antara nilai, norma, moral dan etika sangat erat sekali dan kadangkala
hal tersebut disamakan begitu saja. Moral , norma dan etika memang diajarkan
secara turun temurun walaupun tidak universal di semua wilayah, namun semua itu
demi tujuan untuk membentuk generasi yang santun, disiplin serta menekan angka
kejahatan , kenakalan remaja serta perilaku lain yang dapat mempermalukan serta
merugikan masyarakat.
Kenakalan
remaja, degradasi moral serta pelanggaran etika yang terjadi di kalangan
masyarakat khususnya remaja dapat mengindikasikan bahwa penerapan moral serta
etika sudah tidak dianggap penting lagi oleh remaja dan cenderung diabaikan.
Selain karena modernisasi dan globalisasi penurunan moral serta etika ini dapat
disebabkan oleh berbagai determinan lainnya secara spesifik. Salah satunya
adalah kurang kuatnya pegangan terhadap agama, dimana kepercayaan kepada suatu
agama atau keberadaan Tuhan sering dianggap sebagai suatu simbol belaka dan
bukanlah suatu hal yang selalu ditaati. Semakin longgarnya pegangan seorang remaja
pada ajaran agama, maka hilanglah kekuatan pengontrol yang ada didalam dirinya.
Dengan demikian satu-satunya alat pengawas dan pengatur moral yang dimilikinya
adalah masyarakat dengan hukum dan peraturannya.
Faktor lain adalah pembinaan
moral yang dilakukan oleh rumah tangga, sekolah maupun masyarakat yang tidak
berjalan efektif. Pembinaan serta penanaman moral serta etika yang utama dan
yang pertama dilakukan dalam lingkup sosial yang paling kecil yaitu di dalam
keluarga masing - masing. Terjadinya kerusakan moral dan etika dikalangan
pelajar dan generasi muda sebagaimana disebutakan diatas, dapat disebabkan
karena tidak efektifnnya peran keluarga, sekolah dan masyarakat dalam pembinaan
moral.
Selanjutnya disebabkan oleh budaya materialistis, hedonistis dan
sekularistis yang berorientasi pada hal keduniaan semakin berkembang. Timbulnya
sikap tersebut tidak bisa dilepaskan dari derasnya arus budaya matrealistis,
hedonistis dan sekularistis yang disalurkan melalui
tulisan-tulisan,bacaan-bacaan, lukisan-lukisan, siaran-siaran,
pertunjukan-pertunjukan dan sebagainya. Derasnya arus budaya yang demikian
diduga termasuk faktor yang paling besar andilnya dalam menghancurkan moral
para remaja dan generasi muda umumnya.
Faktor
terakhir adalah tidak adanya peraturan pemerintah yang mendukung pembinaan
moral dan etika. Pemerintah merupakan sekelompok orang yang memiliki kekuasaan
terhadap hampir seluruh aspek di dalam kehidupan suatu negara yang dipimpin
atau dijalankannya. Kekuasaan, uang, teknologi dan sumber daya yang dimiliki
pemerintah seharusnya digunakan untuk merumuskan konsep pembinaan moral bangsa
dan aplikasinya secara bersungguh-sungguh dan berkesinambungan, agar
permasalahan terkait etika yang banyak terjadi di masyarakat dapat diminimalisir
dengan efektif.
Faktor-faktor
diatas sebagian besar jiga ditunjang oleh perkembangan teknologi dan kemajuan
zaman. Dengan berkembang pesatnya teknologi pada zaman sekarang ini, arus
informasi menjadi lebih transparan dan sangat sulit untuk melakukan penyaringan
terhadap budaya-budaya yang masuk secara terus-menerus. Kemampuan masyarakat
yang tidak dapat menyaring informasi ini dapat mengganggu etika dan moral
remaja.
Sinergi
dalam Penanggulangan sebagai Benteng Terakhir
Permasalahan etika dan degradasi
moral kalangan remaja memang benar tidak hanya disebabkan oleh satu hal namun multifaktoral.
Untuk meghindari salah pergaulan yang sangat rentan terjadi pada remaja, remaja
dan keluarga harus pandai memilah dan memilih teman dekat. Karena pergaulan
akan sangat berpengaruh terhadap etika, moral, dan akhlak apalagi dalam hal ini
pada seorang remaja.
Selain itu juga, peran orang tua
sangat penting dalam pembentukan karakter seseorang, terutama dalam mengenalkan
pendidikan agama sejak dini. Perhatian dari orang tua juga sangat penting.
Karena pada banyak kasus, kurangnya perhatian orang tua dapat menyebabkan
dampak buruk pada sikap anak. Memperluas wawasan dan pengetahuan akan sangat
berguna untuk menyaring pengaruh buruk dari lingkungan, misalnya kebiasaan
merokok, sex bebas, serta perilaku buruk lainnya. Lalu, selain datang dari luar
pencegahan terhadap pengaruh buruk dari lingkungan dapat juga datang dari dalam
diri sendiri yaitu peningkatan iman dan takwa dengan cara bersyukur, bersabar,
dan beramal sholeh.
Referensi :
Karyanto,
Adi. 2013. Mengatasi Degradasi Moral .
Diakses dalam www.harapanrakyat.com pada Senin,
23 Mei 2016.
Utami, Nur.
2015. Indonesia Degradasi Moral ?.
Diakses dalam www.kompasiana.com pada Senin,
23 Mei 2016.
Rabu, 18 Mei 2016
#2 Pasar Tempo Dulu : Pasar Malioboro, Yogyakarta.
Dalam bahasa
Sansekerta, kata “malioboro” bermakna karangan bunga. Itu mungkin ada
hubungannya dengan masa lalu ketika Keraton mengadakan acara besar maka Jalan Malioboro
akan dipenuhi dengan bunga. Kata Malioboro juga berasal dari nama seorang
kolonial Inggris yang bernama “Marlborough” yang pernah tinggal disana pada
tahun 1811-1816 M. pendirian Jalan Malioboro bertepatan dengan pendirian Keraton
Yogyakarta (Kediaman Sultan).
Perkembangan
pada masa itu didominasi oleh Belanda dalam membangun fasilitas untuk
meningkatkan perekonomian dan kekuatan mereka, Seperti pembangunan stasiun
utama (1887) di Jalan Malioboro, yang secara fisik berhasil membagi jalan
menjadi dua bagian. Sementara itu, jalan Malioboro memiliki peranan penting di
era kemerdekaan (pasca-1945), sebagai orang-orang Indonesia berjuang untuk
membela kemerdekaan mereka dalam pertempuran yang terjadi Utara-Selatan
sepanjang jalan.
Malioboro
juga menjadi sejarah perkembangan seni sastra Indonesia. Dalam Antologi Puisi
Indonesia di Yogyakarta 1945-2000 memberi judul “MALIOBORO” untuk buku
tersebut, buku yang berisi 110 penyair yang pernah tinggal di yogyakarta selama
kurun waktu lebih dari setengah abad. Pada tahun 1970-an, Malioboro tumbuh
menjadi pusat dinamika seni budaya Jogjakarta. Jalan Malioboro menjadi
‘panggung’ bagi para “seniman jalanan” dengan pusatnya gedung Senisono. Namun
daya hidup seni jalanan ini akhirnya terhenti pada 1990-an setelah gedung
Senisono ditutup.
#1 Pasar Tempo Dulu : Pasar Klewer, Solo.
Pasar Klewer
adalah salah satu tempat yang cukup terkenal di Kota Solo, Jawa Tengah. Pasar
ini berdekatan dengan Keraton Kasunanan Surakarta. Pasar Klewer adalah pusat
perbelanjaan dari berbagai macam jenis kain yang sangat lengkap, sehingga
merupakan tempat para pedagang grosir yang berada di Yogyakarta, Semarang, Surabaya,
dan Jakarta untuk kulakan berbagai macam batik solo.
Berdasarkan
cerita zaman dulu, Pasar Klewer digunakan untuk lokasi pemberhentian kereta api
kuno. Oleh sebab itu, warga sekitar menjadikan lokasi Pasar Klewer untuk
menawarkan beraneka macam dagangan pada penumpang kereta. Pasar Klewer dulu
terkenal dengan nama Pasar Slompretan. Asal-usul Slompretan yaitu dari kata
slompret (dalam bahasa indonesia berarti terompet), munculnya kata slompret ini
berasal dari klakson kereta api pada saat akan berhenti dan berangkat yang
bunyinya mirip dengan terompet ketika ditiup.
Beraneka
ragam dagangan yang ditawarkan di Pasar Slompretan, salah satunya yaitu
pedagang yang menawarkan kain tekstil yang berjenis batik. Pedagang-pedagang
tekstil batik ini menawarkan dagangannya dengan cara di taruh pundak, yang
menyebabkan dagangannya tampak berkleweran. Karena itu, semakin banyaknya para
pedagang-pedagang ini yang berlalu lalang, akhirnya Pasar Slompretan lebih
populer dengan sebutan Pasar Klewer.
Sekitar
tahun 1970, Pasar Klewer dibuat sebagai bangunan permanen yang mempunyai dua
lantai. Ini berfungsi agar para pengunjung tidak akan berdesakan ketika akan
melewati lorong-lorong pasar. Dikarenakan jumlah kios lebih dari 2000 unit ini.
Selasa, 17 Mei 2016
Poster Revitalisasi Pasar

Secara umum revitalisasi berarti proses atau
cara untuk menghidupkan kembali suatu hal yang sebelumnya terperdaya atau
dengan kata lain menjadikan sesuatu untuk menjadi vital. Umumnya revitalisasi banyak dikaitkan dengan suatu
bangunan dan salah satu contohnya adalah pasar. Hal inilah yang coba
disampaikan dalam bentuk poster diatas yaitu suatu revitalisasi pasar
tradisional.
Dikalangan masyarakat, pasar
tradisional selalu dikaitkan dengan “kesemrawutan” pada pedagang dan hal inilah
yang sering dijadikan suatu fokus serta diperlukan perubahan demi meningkatkan
daya saing pasar melalui suatu revitalisasi dengan jalan penataan serta
pengaturan pedagang. Hal ini yang menjadi fokus utama dari poster diatas yaitu
revitalisasi pasar tradisional yang menonjolkan aspek kerapian dan tertatanya
kios –kios serta kebersihan pasar tersebut. Hal tersebut yang coba digambarkan
dengan penataan puzzle yang berantakan bergambarkan pasar tradisional yang
kumuh dengan lokasi pedagang yang tak teratur dan ditata menjadi suatu susunan puzzle
bergambar pasar yang telah mengalami revitalisasi khususnya pengaturan kios –
kios pedagang serta kebersihan yang tampak berbeda 180°. Yang terakhir tentu
semua proses dalam revitalisasi pasar khususnya penataan pasar adalah untuk
kenyamanan berbelanja bagi masyarakat.
Revitalisasi Pasar, Antara Stigma Negatif dan Urgensi.
Pasar
merupakan salah satu komponen dalam sektor perdagangan di semua negara baik
negara maju maupun berkembang, termasuk di Indonesia. Pasar sendiri merupakan suatu
tempat fisik di mana pembeli dan penjual berkumpul untuk mepertukarkan barang
dan jasa (Kotler, 2002). Ada berbagai macam jenis pasar, salah satunya adalah
pasar tradisional yang hampir ada di semua wilayah. Di Indonesia sendiri pasar
tradisional seakan menjadi salah satu dari ruh perdagangan suatu wilayah,
dengan kondisi lingkungan dan budaya pasar yang khas menjadikan pasar
tradisional sebagai tujuan utama bagi sebagian masyarakat untuk mencari barang
terkait pemenuhan kebutuhan sehari – hari.
Menjamurnya pasar tradisional di
setiap wilayah bukan berarti tidak ada permasalahan dasar serta kompleks di
dalamnya. Bukan hanya stigma dalam masyarakat namun juga keadaan di lapangan
membuktikan bahwa sebagian besar pasar tradisional secara fisik masih belum
tertata, baik itu antar kios maupun antar blok, kumuh, terjadi disfungsi
bangunan pasar, parkir yang tidak tertata, dan sebagainya. Hal ini tentu
berakibat menurunnya pemasukan pasar terkait sewa kios dan sebagainya
berkurang, juga minat masyarakat untuk berbelanja di pasar tradisional menurun
dan berakibat langsung terhadap pendapatan pasar serta pedagang. Hal ini
semakin diperburuk dengan hadirnya minimarket
yang juga mulai merambah di tiap kabupaten bahkan kecamatan. Dengan kelengkapan
barang yang hampir sama dengan pasar tradisional dan kondisi yang bersih,
nyaman, serta tertata membuat minimarket
menjadi jalan pintas bagi pemenuhan kebutuhan di masyarakat.
Revitalisasi di beberapa pasar
tradisional di Indonesia memang bukan hal yang baru. Revitalisasi sendiri
mempunyai arti proses, cara, perbuatan menghidupkan atau menggiatkan kembali
(Kamus Besar Bahasa Indonesia), sedangkan dalam konteks ini revitalisasi pasar
yaitu menggiatkan proses jual beli meliputi pengelolaan serta penataan ulang
(kios, bangunan, parkir, dsb) dari pasar tradisional. Masih banyak anggapan
bahwa revitalisasi pasar tradisional hanya identik dengan proses penggusuran
dan malah menghilangkan nilai - nilai budaya di dalamnya, namun sebenarnya
revitalisasi pasar tradisional sendiri bertujuan meningkatkan kualitas, daya saing, serta kelayakan pasar tradisional sebagai
salah satu penggerak perekonomian masyarakat dari berbagai kalangan di suatu wilayah.
Pada akhirnya para pedagang serta masyarakat sendiri yang akan merasakan dampak
positif dari revitalisasi pasar tradisional.
Revitalisasi pasar tradisional
merupakan suatu tantangan yang harus dihadapi bersama baik itu masyarakat,
pedagang, maupun pemerintah daerah. Perencanaan dan kerjasama antar stakeholder menjadi kunci utama dalam
revitalisasi pasar tradisional di setiap wilayah, karena tak jarang
revitalisasi pasar baik yang sedang dilaksanakan maupun masih menjadi isu
malahan menimbulkan konflik antar stakeholder.
Hal ini dikarenakan setiap pihak tidak mau dirugikan serta adanya
kesalahpahaman maupun kurang pahamnya pedagang dan masyarakat khususnya yang
menggantungkan hidup di lokasi pasar terkait revitalisasi pasar tradisional.
Langganan:
Postingan (Atom)